Apture

Minggu, 19 Juni 2011

hampir clear

Pengangkatan Anak Pada Masyarakat Batak Toba


BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Pada hakekatnya perkembangan hukum adat tidak dapat dipisahkan dari perkembangan masyarakat pendukungnya. Dalam pembangunan hukum nasional, peranan hukum adat sangat penting. Karena hukum nasional yang akan dibentuk, didasarkan pada hukum adat yang berlaku.
Hukum adat adalah hukum tidak tertulis dan bersifat dinamis yang senantiasa dapat menyesuaikan diri terhadap perkembangan peradaban manusia itu sendiri. Bila hukum adat yag mengatur sesuatu bidang kehidupan dipandang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan warganya maka warganya sendiri yang akan merubah hukum adat tersebut agar dapat memberi manfaat untuk mengatur kehidupan mereka. Hal ini dapat dilihat dari keputusan-keputusan yang dibuat oleh para pengetua adat.
Hukum adat mengalami perkembangan karena adanya interaksi sosial, budaya, ekonomi dan lain-lain. Persintuhan itu mengakibatkan perubahan yang dinamis terhadp hukum adat.
Selain tidak terkodifikasi, hukum adat itu memiliki corak :
1. Hukum adat mengandung sifat yang sangat tradisionil. Bahwa peraturan hukum adat umumnya oleh rakyat dianggap berasal dari nenek moyang yang legendaris (hanya ditemui dari cerita orang tua).
2. Hukum adat dapat berubah Perubahan dilakukan bukan dengan menghapuskan dan mengganti peraturan- peraturan itu dengan yang lain secara tiba-tiba, karena tindakan demikian itu akan bertentangan dengan sifat adat istiadat yang suci dan bahari. Akan tetapi perubahan terjadi oleh pengaruh kejadian-kejadian , pengaruh peri kedaan hidup yang silih berganti-ganti. Peraturan hukum adat harus dipakai dan dikenakan oleh pemangku adat (terutama oleh kepala-kepala) pada situasi tertentu dari kehidupan sehari-hari; dan peristiwa-peristiwa demikian ini, sering dengan tidak diketahui berakibat pergantian, berubahnya peraturan adat dan kerap kali orang sampai menyangka, bahwa peraturan-peraturan lama tetap berlaku bagi kedaaan-keadaan baru.
3. Kesanggupan hukum adat menyesuaikan diri. Justru karena pada hukum adat terdapat sifat hukum tidak tertulis dan tidak dikodifikasi, maka hukum adat (pada masyarakat yang melepaskan diri dari ikatan- ikatan tradisi dan dengan cepat berkembang modern) memperlihatkan kesanggupan untuk menyesuaikan diri dan elastisiteit yang luas. Suatu hukum sebagai hukum adat, yang terlebih-lebih ditimbulkan keputusan di kalangan perlengkapan masyarakat belaka, sewaktu-waktu dapat menyesuaikan diri dengan keadaan-keadaan baru.
Hukum adat berurat berakar pada kebudayaan tradisionil. Hukum adat adalah suatu hukum yang hidup, karena ia menjelmakan perasaan hukum yang nyata dari rakyat. Sesuai dengan fitranya sendiri, hukum adat terus menerus dalam keadaan tumbuh dan berkembang seperti hidup itu sendiri.
Hukum adat mengatur seluruh aspek kehidupan masyarakat yang berasal dari nenek moyang dan berlaku secara turun temurun. Hukum adat mengatur tentang masalah perkawinan, anak, harta perkawinan, warisan, tanah dan lain-lain yang selalu dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat agar tercapai ketertiban dalam masyarakat. Hukum adat ini selalu dijunjung tinggi pelaksanaannya. Hukum adat juga mengatur tentang pengangkatan anak. Dalam pengangkatan anak di Indonesia, pedoman yang dipergunakan saat ini adalah :
1. Staatsblad 1917 No. 129 mengenai adopsi yang berlaku bagi golongan Tionghoa.
2. Surat Edaran Mahkamah Agung No. 6 Tahun 1983 (merupakan penyempurnaan dari dan sekaligus menyatakan tidak berlaku lagi Surat Edaran Mahkamah Agung No. 2 tahun 1979) jo Surat Edaran Mahkamah Agung No. 4 Tahun 1989 tentang engangkatan Anak yang berlaku bagi warga negara Indonesia.
3. Hukum adat (Hukum tidak tertulis).
4. Jurisprudensi
Dalam menentukan kriteria sah tidaknya suatu pengangkatan anak termasuk akibat ukumnya pada masyarakat daerah tertentu, seperti di kalangan masyarakat suku Jawa, ionghoa, saat ini sudah ada beberapa jurisprudensi yang dapat dijadikan sebagai edoman. Pengangkatan anak bagi golongan Bumiputera menurut tata cara hukum datnya masih dianggap sah dan akibat hukumnya juga tunduk kepada hukum adatnya epanjang tidak bertentangan dengan tujuan dari pengangkatan anak yaitu mengutamakan esejahteraan anak.Meskipun pengangkatan anak harus dilakukan berdasarkan hukum adat yang berlaku,namun masih diperlukan lagi pengesahan dengan suatu penetapan pengadilan atau dengan suatu akta notaris yang disahkan oleh pengadilan setempat.
Di daerah Batak Toba yang menganut sistem kekerabatan patrilineal, anak laki-laki merupakan penerus keturunan ataupun marga dalam silsilah keluarga. Anak laki-laki
sangat berarti kehadirannya dalam suatu keluarga. Pada masyarakat Batak Toba, apabilasuatu keluarga tidak mempunyai anak laki-laki, maka ia dapat mengangkat seorang anak laki-laki yang disebut dengan anak nanian dengan syarat anak laki-laki yang diangkat haruslah berasal dari lingkungan kaluarga atau kerabat dekat orang yang mengangkat.Pengangkatannya haruslah dilaksanakan secara terus terang yaitu dilakukan di hadapan “dalihan na tolu” dan pemuka-pemuka adat yang bertempat tinggal di desa sekeliling tempat tinggal orang yang mengangkat anak.
Apabila syarat-syarat pengangkatan anak sebagaimana diuraikan di atas telah terpenuhi, maka anak tersebut akan menjadi ahli waris dari orang tua angkatnya dan tidak lagi mewaris dari orang tua kandungnya. Konsekwensi dari pengangkatan anak yang demikian ini, tentu mempunyai pengaruh terhadap terhadap kedudukan anak tersebut baik terhadap orang kandungnya maupun terhadap orang tua angkat si anak. Hal di atas merupakan latar belakang pemilihan topik tentang anak angkat dalam sistem hukum adat Batak Toba.

B. Permasalahan
1. Bagaimanakah asas-asas pengangkatan anak menurut hukum adat Batak Toba.
2. Bagaimanakah akibat hukum dari pengangkatan anak pada masyarakat Batak Toba.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengangkatan anak
Pengangkatan anak sering juga diistilahkan dengan adopsi. Adopsi berasal dari Adoptie (Belanda) atau adoption (Inggris). Adoption artinya pengangkatan, pemungutan, adopsi, dan untuk sebutan pengangkatan anak disebut adoption of a child.Supomo menyebutkan di seluruh wilayah hukum (Jawa barat) bilamana dikatakan “mupu, mulung atau mungut anak” yang dimaksudkan ialah mengangkat anak orang lain sebagai anak sendiri.
Ter Haar Bzn berpendapat : Adoption is common throughout the Archipelago. By means it is a child, who does not belong to the family group, is brought into the family un such a way that his relationship amongs to the same thing as a true kinship relation. (Adopsi pada umumnya terdapat di seluruh nusantara. Artinya, bahwa perbuatan pengangkatan anak dari luar kerabatnya, yang memasukkan dalam keluarganya begitu rupa sehingga menimbulkan hubungan kekeluargaan yang sama seperti hubungan kemasyarakatan yang tertentu biologis.)
Di Batak Toba dikenal anak naniain, yaitu semacam anak angkat yang harus
memenuhi syarat-syarat :
a. Yang mau mengain haruslah tidak mempunyai anak laki-laki;
b. Anak yang diangkat tersebut haruslah dari antara anak-anak saudaranya atau keluarga dekat lainnya;
c. Harus “dirajahon” artinya harus dengan upacara adat yang telah ditentukan untuk itu yang dihadiri oleh keluarga dekat, “dalihan na tolu” serta pengetua-pengetua dari kampung sekelilingnya (raja-raja bius).
“Anak naniain” berasal dari kata dasar “ain” artinya “angkat”, yang menurut kamus Batak Toba Indonesia karangan J. Warneck, anak niain berarti anak angkat sedangkan mangain artinya mengangkat seseorang menjadi anak sendiri misal keluarga yang tidak mempunyai anak.“Nain” ditambah kata depan “na” dalam bahasa Indonesia artinya “yang”, jadi “anak naniain” artinya anak yang diangkat.“Dirajahon” berarti diresmikan dengan upacara adat Batak Toba.“Dalihan Natolu” yang juga disebut“Dalihan Nan Tungku Tiga” (artinya TungkuNan Tiga) adalah suatu ungkapan yang menyatakan kesatuan hubungan kekeluargaan pada suku Batak. Di dalam Dalihan Natolu terdapat 3 unsur hubungan kekeluargaa, yang sama dengan tungku sederhana dan praktis yang terdiri dari 3 buah batu. Ketiga unsur hubungan kekeluargaan itu ialah :
• Dongan Sabutuha (teman semarga);
• Hulahula (keluarga dari pihak isteri);
• Boru (keluarga dari pihak menantu laki-laki).
Di lingkungan masyarakat Batak Toba dikenal pengangkatan anak secara umum dan khusus. Pengangkatan anak secara umum adalah pengangkatan anak yang sifatnya formal dan bukan merupakan peristiwa hukum. Oleh karena itu perbuatan tersebut tidak mempunyai akibat hukum. Misalnya : memberi marga bagi isteri atau suami yang bukan berasal dari Batak Toba. Pengangkatan anak secara khusus adalah pengangkatan yang merupakan peristiwa hukum serta mempunyai akibat hukum, misalnya anak naniain.Menurut hukum adat Batak Toba, subyek pengangkatan anak adalah orang yang sudah kawin tetapi tidak mempunyai anak laki-laki. Misalnya orang tersebut sudah mempunyai anak tetapi perempuan semua sehingga ia dapat mengangkat anak laki-laki.Sedangkan obyek pengangkatan anak anak laki-laki (belum kawin atau sudah kawin) dari saudara-saudaranya atau keluarga dekat yang mengangkat.
B. Asas-asas Dalam Pengangkatan Anak
Pasal 12 UU No. 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak menenutkan ;
a) Pengangkatan Anak menurut adat dan kebiasaan dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan kesejahteraan anak;
b) Kepentingan kesejahteraan anak yang termaktub adalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah;
c) Pengangkatan anak untuk kepentingan kesejahteraan anak yang dilakukan di luar adat dan kebiasaan, dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Pasal ini mengandung asas mengutamakan kesejahteraan anak angkat. Pasal 5 ayat 1 Stb. 1917 No. 129 tentang adopsi yang berlaku bagi golongan Tionghoa menentukan bila seorang laki-laki, kawin atau pernah kawin, tidak mempunyai keturunan
laki-laki yang sah dalam garis laki-laki, baik karena hubungan darah maupun karena pengangkatan, dapat mengangkat seseorang sebagai anak laki-lakinya. Selanjutnya Pasal 6 menentukan : Yang boleh diangkat sebagai anak hanyalah orang Tionghoa laki-laki yang tidak kawin dan tidak mempunyai anak, yang belum diangkat orang lain. Ketentuan Pasal 5 dan Pasal 6 Stb. 1917 No. 129 mengandung asas mengangkat anak laki-laki untuk meneruskan garis keturunan.
Sesuai dengan perkembangan jaman keluar Yurisprudensi yaitu Keputusan Pengadilan Negeri Istimewa Jakarta No. 907/1963/P tertanggal 29 Mei 1963 bagi golongan Tionghoa diperbolehkan mengadopsi anak perempuan.Ter Haar menyatakan ada beberapa alasan dalam pengangkatan anak di beberapa daerah, antara lain :
a) Motivasi perbuatan adopsi dilakukan adalah karena rasa takut bahwa keluarga yang bersangkutan akan punah (Fear of extinction of afamily);
b) Rasa takut akan meninggal tanpa mempunyai keturunan dan sangat kuatir akan hilang garis keturunannya (Fear of diving childless and so suffering the axtinction of the line of descent).
Dari motivasi di atas terkandung asas mengangkat anak untuk meneruskan garis
keturunan. Di daerah Tapanuli, Nias, Gayo, Lampung, Maluku, Kepulauan Timor dan Bali yang menganut garis patrilineal, pengangkatan anak pada prinsipnya hanya pengangkatan anak laki-laki dengan tujuan utamanya adalah untuk meneruskan keturunan. Selain asas-asas sebagaimana diuraikan di atas, dalam pengangkatan anak terkandung juga asas yang lain yaitu :
• Asas kekeluargaan
• Asas kemanusiaan
• Asas persamaan hak
• Asas musyawarah dan mufakat.
• Asas tunai dan terang.
C. Akibat hukum Pengangkatan Anak
Menurut hukum adat tata cara pengangkatan anak dapat dilaksanakan dengan cara:
a. Tunai/kontan artinya bahwa anak itu dilepaskan dari lingkungannya semula dan dimasukkan ke dalam kerabat yang mengadopsinya dengan suatu pembayaran benda- benda magis, uang, pakaian.
b. Terang artinya bahwa adopsi dilaksanakan dengan upacara-upacara dengan bantuan para Kepala Persekutuan, ia harus terang diangkat ke dalam tata hukum masyarakat.
Terhadap tata cara pengangkatan anak menurut hukum adat, Mahkamah Agung dalam putusannya No. 53 K/Pdt/1995, tanggal 18 Maret 1996 berpendapat bahwa dalam menentukan sah tidaknya status hukum seorang anak angkat bukan semata-mata karena tidak memiliki Penetapan dari Pengadilan negeri, dimana SEMA RI No. 2 tahun 1979 jo SEMA RI No. 6 Tahun 1983 jo SEMA RI No. 4 Tahun 1989 merupakan Petunjuk Teknis dari Mahkamah Agung kepada para Hakim Pengadilan untuk kepentingan penyidangan permohonan anak angkat yang bersifat voluntair dan khusus hanya untuk penetapan anak angkat saja.
Pengangkatan anak tentu membawa konsekwensi yuridis. Dan hal ini di tiap-tiap daerah berbeda sesuai dengan karakteristiknya masing-masing. Bahkan untuk daerah yang menganut sistem kekerabatan yang sama belum tentu mempunyai karakteristik yang
sama.Ter Haar menyebutkan bahwa anak angkat berhak atas warisan sebagai anak, bukannya sebagai orang asing. Sepanjang perbuatan ambil anak (adopsi) telah menghapuskan perangainya sebagai “orang asing’ dan menjadikannya perangai “anak” maka anak angkat berhak atas warisan sebagai seorang anak. Itulah titik pangkalnya hukum adat. Namun boleh jadi, bahwa terhadap kerabatnya kedua orang tua yang mengambil anak itu anak angkat tadi tetap asing dan tidak mendapat apa-apa dari barang asal daripada bapa atau ibu angkatnya- atas barang-barang mana kerabat-kerabat sendiri tetap mempunyai haknya yang tertentu, tapi ia mendapat barang-barang (semua) yang diperoleh dalam perkawinan. Ambil anak sebagai perbuatan tunai selalu menimbulkan hak sepenuhnya atas warisan.
Wirjono Prodjodikoro berpendapat pada hakekatnya seorang baru dapat dianggap anak angkat, apabila orang yang mengangkat itu, memandang dalam lahir dan bathin anak itu sebagai anak keturunannya sendiri.Di daerah batak Toba ditentukan bahwa anak naniain berbeda dengan anak angkat menurut pengertian sehari-hari ialah tidak dapatnya diangkat anak (laki-laki) dari siapapun kecuali dari keluarga dekat untuk menjadi anak naniain. Anak naniain menjadi ahli waris dari ayah yang mengainnya dan kehilangan hak mewaris dari orang tua kandungnya.
Pengadilan dalam praktek telah merintis mengenai akibat hukum di dalam pengangkatan antara anak dengan orang tua sebagai berikut :
a. Hubungan darah : mengenai hubungan ini dipandang sulit untuk memutuskan hubungan anak dengan orangtua kandung.
b. Hubungan waris : dalam hal waris secara tegas dinyatakan bahwa anak sudah tidak akan mendapatkan waris lagi dari orangtua kandung. Anak yang diangkat akan mendapat waris dari orangtua angkat.
c. Hubungan perwalian : dalam hubungan perwalian ini terputus hubungannya anak dengan orang tua kandung dan beralih kepada orang tua angkat. Beralihnya ini, baru dimulai sewaktu putusan diucapkan oleh pengadilan. Segala hak dan kewajiban orang tua kandung berlaih kepada orang tua angkat.
d. Hubungan marga, gelar, kedudukan adat; dalam hal ini anak tidak akan mendapat marga, gelar dari orang tua kandung, melainkan dari orang tua angkat.
Stb, 1917 No. 219 menentukan bahwa akibat hukum dari perbuatan adopsi adalah
sebagai berikut :
a. Pasal 11 : anak adopsi secara hukum mempunyai nama keturunan dari orang yang mengadopsi.
b. Pasal 12 ayat 1 : anak adopsi dijadikan sebagai anak yang dilahirkan dari orang yang mengadopsi. Konsekwensinya anak adopsi menjadi ahli waris dari orang yang mengadopsi.
Konsekwensi lebih lanjut adalah karena dianggap dilahirkan dari perkawinan orang yang mengadopsi, maka dalam keluarga adoptan, adoptandus berkedudukan sebagai anak sah,dengan segala konsekwensi lebih lanjut.Bila anak adopsi dianggap dilahirkan dari perkawinan orang tua angkat dan adoptandus berkedudukan sebagai anak sah maka akibat hukumnya adalah sebagai berikut :
1. Apabila adopsi dilakukan sebelum keluarnya UU No. 1 tahun 1974, maka akibat hukumnya tunduk kepada KUHPerdata yang meliputi :
• Kekuasaan orang tua terhadap pribadi anak, yaitu orang tua wajib memelihara dan mendidik sekalian anak mereka yang belum dewasa (Pasal 298 ayat 2 KUHPerdata). Sepanjang perkawinan bapak dan ibu tiap-tiap anak sampai ia menjadi dewasa, tetap di bawah kekuasaan orang tua sepanjang kekuasaan orang tua itu belum dicabut (Pasal 299 KUHPerdata).
• Kekuasaan orang tua terhadap harta kekayaan anak, yaitu terhadap anak yang belum dewasa, maka orang tua harus mengurus harta kekayaan anak itu (Pasal 307 KUHPerdata).
• Hak dan kewajiban anak terhadap orang tua, yaitu tiap-tiap anak, dalam umur berapapun wajib menaruhkehormatan dan keseganan terhadap bapak dan ibunya serta berhak atas pemeliharaan dan pendidikan.
Apabila adopsi dilakukan setelah berlakunya UU No. 1 tahun 1974, maka akibat hukumnya tunduk kepada UU No. 1 Tahun 1974 yang meliputi :
a. Hak dan kewajiban orang tua terhadap anak, yaitu : Di dalam Pasal 45 dinyatakan bahwa :
a) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya.
b) Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus.
Di dalam Pasal 47 dinyatakan :
a) Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut kekuasaannya.
b) Orang tua mewakili anak tersebut mengenai perbuatan hukum di dalam dan di luar pengadilan.
Pasal 49 menentukan :
a) Salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasaannya terhadap seorang anak atau lebih untuk waktu yang tertentu atas permintaan orang tua yang lain, keluarga anak dalam garis lurus ke atas atau saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang, dengan keputusan pengadilan dalam hal-hal :
• Ia sangat melalaikan kewajiban terhadap anaknya,
• Ia berkelakuan buruk sekali.
b. Kewajiban orang tua terhadap harta benda anak, yaitu : Di dalam pasal 48 UU No. 1 Tahun 1974 disebutkan : Orang tua tidak diperbolehkan memindahkan hak atau menggadaikan barang-barang tetap yang dimiliki anaknya yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun atau belum melangsungkan perkawinan kecuali apabila kepentingan anak itu menghendakinya.
c. Hak dan kewajiban anak terhadap orang tua, yaitu selain berhak atas pemeliharaan dan pendidikan juga mempunyai kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 46 UU No. 1 tahun 1974 yaitu :
• Anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendak mereka yang baik.
• Jika anak telah dewasa ia wajib memelihara menurut kemampuannya orang tua dan keluarga dalam garis lurus ke atas, bila mereka itu memerlukan bantuannya.
Karena adopsi, maka terputus segala hubungan keperdataan antara anak adopsi dengan orang tua kandungnya.
DAFTAR PUSTAKA

Budiarto, M, Pengangkatan Anak Ditinjau dari segi Hukum, Akademika Pressindo,
Jakarta, 1985.
Echols, John M. dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Gramedia, Jakarta, 1981
Prodjodikoro, R. Wirjono Hukum Warisan di Indonesia, Sumur ,Bandung, 1976

Supomo R, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, Universitas, 1963

Sihombing, T.M., Filasaft Batak, Balai Pustaka, Jakarta, 1986

Sudiyat, Iman, Hukum Adat – Sketsa Adat, Liberty, Yogyakarta, 1999

Satrio .J., Hukum keluarga Tentang kedudukan Anak Dalam Undang-undang, Citra
Aditya, Bandung, 2000

Tafal , Bastian B., Pengangkatan Anak Menurut hukum Adat Serta Akibat Hukumnya di
Kemudian hari, Rajawali, Jakarta, 1983

Ter Haar B, Adat law in Indonesia, Terjemahan Hoebel, E Adamson dan A. Arthur
Schiler, Jakarta, 1962

----------Asas-Asas Dan Susunan Hukum Adat, Terjmahan oleh K. ng. Soebakti
Poesponot, Pradnya Paramita, jakarta, 1985, hal 247.

Van Dijk, Pengantar Hukum Adat Indonesia, terjemahan oleh A. Soehardi, Sumur
Bandung, Bandung, 1971

Warneck J, Kamus Batak Toba- Indonesia, Judul asli Toba batak Nederlands
Woordenbook, diterjemahkan oleh P. Leo Joosten Ofm Cap, Bina Media,
Jakarta, 2001

lom jadi

Pengangkatan Anak Pada Masyarakat Batak Toba
(Suatu Analisis Berdasarkan Hukum Adat)

Sunarmi

Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara

BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Pada hakekatnya perkembangan hukum adat tidak dapat dipisahkan dari
perkembangan masyarakat pendukungnya. Dalam pembangunan hukum nasional,
peranan hukum adat sangat penting. Karena hukum nasional yang akan dibentuk,
didasarkan pada hukum adat yang berlaku.
Hukum adat adalah hukum tidak tertulis dan bersifat dinamis yang senantiasa dapat
menyesuaikan diri terhadap perkembangan peradaban manusia itu sendiri. Bila hukum
adat yag mengatur sesuatu bidang kehidupan dipandang tidak sesuai lagi dengn
kebutuhan warganya maka warganya sendiri yang akan merubah hukum adat tersebut
agar dapat memberi manfaat untuk mengatur kehidupan mereka. Hal ini dapat dilihat dari
keputusan-keputusan yang dibuat oleh para pengetua adat.
Hukum adat mengalami perkembangan karena adanya interaksi sosial, budaya,
ekonomi dan lain-lain. Persintuhan itu mengakibatkan perubahan yang dinamis terhadp
hukum adat.
Selain tidak terkodifikasi, hukum adat itu memiliki corak :
1) Hukum adat mengandung sifat yang sangat tradisionil.
Bahwa peraturan hukum adat umumnya oleh rakyat dianggap berasal dari nenek
moyang yang legendaris (hanya ditemui dari cerita orang tua).
2) Hukum adat dapat berubah
Perubahan dilakukan bukan dengan menghapuskan dan mengganti peraturan-
peraturan itu dengan yang lain secara tiba-tiba, karena tindakan demikian itu akan
bertentangan dengan sifat adat istiadat yang suci dan bahari. Akan tetapi perubahan
terjadi oleh pengaruh kejadian-kejadian , pengaruh peri kedaan hidup yang silih
berganti-ganti. Peraturan hukum adat harus dipakai dan dikenakan oleh pemangku
adat (terutama oleh kepala-kepala) pada situasi tertentu dari kehidupan sehari-hari;
dan peristiwa-peristiwa demikian ini, sering dengan tidak diketahui berakibat
pergantian, berubahnya peraturan adat dan kerap kali orang sampai menyangka,
bahwa peraturan-peraturan lama tetap berlaku bagi kedaaan-keadaan baru.
3) Kesanggupan hukum adat menyesuaikan diri.
Justru karena pada hukum adat terdapat sifat hukum tidak tertulis dan tidak
dikodifikasi, maka hukum adat (pada masyarakat yang melepaskan diri dari ikatan-
ikatan tradisi dan dengan cepat berkembang modern) memperlihatkan kesanggupan
untuk menyesuaikan diri dan elastisiteit yang luas. Suatu hukum sebagai hukum adat, yang terlebih-lebih ditimbulkan keputusan di kalangan perlengkapan masyarakat
belaka, sewaktu-waktu dapat menyesuaikan diri dengan keadaan-keadaan baru.1
Hukum adat berurat berakar pada kebudayaan tradisionil. Hukum adat adalah suatu
hukum yang hidup, karena ia menjelmakan perasaan hukum yang nyata dari rakyat.
Sesuai dengan fitranya sendiri, hukum adat terus menerus dalam keadaan tumbuh dan
berkembang seperti hidup itu sendiri.2
Hukum adat mengatur seluruh aspek kehidupan masyarakat yang berasal dari nenek
moyang dan berlaku secara turun temurun. Hukum adat mengatur tentang masalah
perkawinan, anak, harta perkawinan, warisan, tanah dan lain-lain yang selalu dipatuhi
oleh setiap anggota masyarakat agar tercapai ketertiban dalam masyarakat. Hukum adat
ini selalu dijunjung tinggi pelaksanaannya. Hukum adat juga mengatur tentang
pengangkatan anak.
Dalam pengangkatan anak di Indonesia, pedoman yang dipergunakan saat ini adalah :
1. Staatsblad 1917 No. 129 mengenai adopsi yang berlaku bagi golongan Tionghoa.
2. Surat Edaran Mahkamah Agung No. 6 Tahun 1983 (merupakan penyempurnaan dari
dan sekaligus menyatakan tidak berlaku lagi Surat Edaran Mahkamah Agung No. 2
tahun 1979) jo Surat Edaran Mahkamah Agung No. 4 Tahun 1989 tentang
pengangkatan Anak yang berlaku bagi warga negara Indonesia.
3. Hukum adat (Hukum tidak tertulis).
4. Jurisprudensi
Dalam menentukan kriteria sah tidaknya suatu pengangkatan anak termasuk akibat
hukumnya pada masyarakat daerah tertentu, seperti di kalangan masyarakat suku Jawa,
Tionghoa, saat ini sudah ada beberapa jurisprudensi yang dapat dijadikan sebagai
pedoman. Pengangkatan anak bagi golongan Bumiputera menurut tata cara hukum
adatnya masih dianggap sah dan akibat hukumnya juga tunduk kepada hukum adatnya
sepanjang tidak bertentangan dengan tujuan dari pengangkatan anak yaitu mengutamakan
kesejahteraan anak.
Meskipun pengangkatan anak harus dilakukan berdasarkan hukum adat yang berlaku,
namun masih diperlukan lagi pengesahan dengan suatu penetapan pengadilan atau
dengan suatu akta notaris yang disahkan oleh pengadilan setempat.
Di daerah Batak Toba yang menganut sistem kekerabatan patrilineal, anak laki-laki
merupakan penerus keturunan ataupun marga dalam silsilah keluarga. Anak laki-laki
sangat berarti kehadirannya dalam suatu keluarga. Pada masyarakat Batak Toba, apabila
suatu keluarga tidak mempunyai anak laki-laki, maka ia dapat mengangkat seorang anak
laki-laki yang disebut dengan “anak naniain” dengan syarat anak laki-laki yang diangkat
haruslah berasal dari lingkungan kaluarga atau kerabat dekat orang yang mengangkat.
Pengangkatannya haruslah dilaksanakan secara terus terang yaitu dilakukan di hadapan
“dalihan na tolu” dan pemuka-pemuka adat yang bertempat tinggal di desa sekeliling
tempat tinggal orang yang mengangkat anak.
Apabila syarat-syarat pengangkatan anak sebagaimana diuraikan di atas telah
terpenuhi, maka anak tersebut akan menjadi ahli waris dari orang tua angkatnya dan tidak
lagi mewaris dari orang tua kandungnya.
Konsekwensi dari pengangkatan anak yang demikian ini, tentu mempunyai pengaruh
terhadap terhadap kedudukan anak tersebut baik terhadap orang kandungnya maupun
terhadap orang tua angkat si anak. Hal di atas merupakan latar belakang pemilihan topik
tentang anak angkat dalam sistem hukum adat Batak Toba.

B. Permasalahan
1. Bagaimanakah asas-asas pengangkatan anak menurut hukum adat Batak Toba.
2. Bagaimanakah akibat hukum dari pengangkatan anak pada masyarakat Batak Toba.

BAB II
PENGANGKATAN ANAK DAN AKIBAT HUKUMNYA

A. Pengangkatan anak
Pengangkatan anak sering juga diistilahkan dengan adopsi. Adopsi berasal dari
Adoptie (Belanda) atau adoption (Inggris). Adoption artinya pengangkatan, pemungutan,
adopsi, dan untuk sebutan pengangkatan anak disebut adoption of a child.3
Supomo menyebutkan di seluruh wilayah hukum (Jawa barat) bilamana dikatakan “mupu,
mulung atau mungut anak” yang dimaksudkan ialah mengangkat anak orang lain sebagai
anak sendiri.4
B. Ter Haar Bzn berpendapat : Adoption is common throughout the Archipelago. By
means it is a child, who does not belong to the family group, is brought into the family un
such a way that his relationship amongs to the same thing as a true kinship relation.
(Adopsi pada umumnya terdapat di seluruh nusantara. Artinya, bahwa perbuatan
pengangkatan anak dari luar kerabatnya, yang memasukkan dalam keluarganya begitu
rupa sehingga menimbulkan hubungan kekeluargaan yang sama seperti hubungan
kemasyarakatan yang tertentu biologis.)5
Di Batak Toba dikenal anak naniain, yaitu semacam anak angkat yang harus
memenuhi syarat-syarat :
a. Yang mau mengain haruslah tidak mempunyai anak laki-laki;
b. Anak yang diangkat tersebut haruslah dari antara anak-anak saudaranya atau keluarga
dekat lainnya;
c. Harus “dirajahon” artinya harus dengan upacara adat yang telah ditentukan untuk itu
yang dihadiri oleh keluarga dekat, “dalihan na tolu” serta pengetua-pengetua dari
kampung sekelilingnya (raja-raja bius).
“Anak naniain” berasal dari kata dasar “ain” artinya “angkat”, yang menurut kamus
Batak Toba Indonesia karangan J. Warneck, anak niain berarti anak angkat sedangkan
mangain artinya mengangkat seseorang menjadi anak sendiri misal keluarga yang tidak
mempunyai anak.6
“Nain” ditambah kata depan “na” dalam bahasa Indonesia artinya “yang”, jadi “anak
naniain” artinya anak yang diangkat.
“Dirajahon” berarti diresmikan dengan upacara adat Batak Toba.
“Dalihan Natolu” yang juga disebut “Dalihan Nan Tungku Tiga” (artinya Tungku
Nan Tiga) adalah suatu ungkapan yang menyatakan kesatuan hubungan kekeluargaan
pada suku Batak. Di dalam Dalihan Natolu terdapat 3 unsur hubungan kekeluargaa, yang
sama dengan tungku sederhana dan praktis yang terdiri dari 3 buah batu. Ketiga unsur
hubungan kekeluargaan itu ialah :7
1. Dongan Sabutuha (teman semarga);
2. Hulahula (keluarga dari pihak isteri);
3. Boru (keluarga dari pihak menantu laki-laki).
Di lingkungan masyarakat Batak Toba dikenal pengangkatan anak secara umum dan
khusus.
Pengangkatan anak secara umum adalah pengangkatan anak yang sifatnya formal dan
bukan merupakan peristiwa hukum. Oleh karena itu perbuatan tersebut tidak mempunyai
akibat hukum. Misalnya : memberi marga bagi isteri atau suami yang bukan berasal dari
Batak Toba.
Pengangkatan anak secara khusus adalah pengangkatan yang merupakan peristiwa hukum
serta mempunyai akibat hukum, misalnya anak naniain.
Menurut hukum adat Batak Toba, subyek pengangkatan anak adalah orang yang
sudah kawin tetapi tidak mempunyai anak laki-laki. Misalnya orang tersebut sudah
mempunyai anak tetapi perempuan semua sehingga ia dapat mengangkat anak laki-laki.
Sedangkan obyek pengangkatan anak anak laki-laki (belum kawin atau sudah kawin) dari
saudara-saudaranya atau keluarga dekat yang mengangkat.
B. Asas-asas Dalam Pengangkatan Anak
Pasal 12 UU No. 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak menenutkan ;
a) Pengangkatan Anak menurut adat dan kebiasaan dilaksanakan dengan mengutamakan
kepentingan kesejahteraan anak;
b) Kepentingan kesejahteraan anak yang termaktub adalam ayat (1) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah;
c) Pengangkatan anak untuk kepentingan kesejahteraan anak yang dilakukan di luar adat
dan kebiasaan, dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Pasal ini mengandung asas mengutamakan kesejahteraan anak angkat.
Pasal 5 ayat 1 Stb. 1917 No. 129 tentang adopsi yang berlaku bagi golongan Tionghoa
menentukan bila seorang laki-laki, kawin atau pernah kawin, tidak mempunyai keturunan
laki-laki yang sah dalam garis laki-laki, baik karena hubungan darah maupun karena
pengangkatan, dapat mengangkat seseorang sebagai anak laki-lakinya.
Selanjutnya Pasal 6 menentukan : Yang boleh diangkat sebagai anak hanyalah orang
Tionghoa laki-laki yang tidak kawin dan tidak mempunyai anak, yang belum diangkat
orang lain. Ketentuan Pasal 5 dan Pasal 6 Stb. 1917 No. 129 mengandung asas mengangkat anak
laki-laki untuk meneruskan garis keturunan.
Sesuai dengan perkembangan jaman keluar Yurisprudensi yaitu Keputusan Pengadilan
Negeri Istimewa Jakarta No. 907/1963/P tertanggal 29 Mei 1963 bagi golongan Tionghoa
diperbolehkan mengadopsi anak perempuan.
Ter Haar menyatakan ada beberapa alasan dalam pengangkatan anak di beberapa
daerah, antara lain :8
1) Motivasi perbuatan adopsi dilakukan adalah karena rasa takut bahwa keluarga yang
bersangkutan akan punah (Fear of extinction of afamily);
2) Rasa takut akan meninggal tanpa mempunyai keturunan dan sangat kuatir akan hilang
garis keturunannya (Fear of diving childless and so suffering the axtinction of the line
of descent).
Dari motivasi di atas terkandung asas mengangkat anak untuk meneruskan garis
keturunan.
Di daerah Tapanuli, Nias, Gayo, Lampung, Maluku, Kepulauan Timor dan Bali yang
menganut garis patrilineal, pengangkatan anak pada prinsipnya hanya pengangkatan anak
laki-laki dengan tujuan utamanya adalah untuk meneruskan keturunan.
Selain asas-asas sebagaimana diuraikan di atas, dalam pengangkatan anak terkandung
juga asas yang lain yaitu :
♦ Asas kekeluargaan
♦ Asas kemanusiaan
♦ Asas persamaan hak
♦ Asas musyawarah dan mufakat.
♦ Asas tunai dan terang.
C. Akibat hukum Pengangkatan Anak
Menurut hukum adat tata cara pengangkatan anak dapat dilaksanakan dengan cara :9
a. Tunai/kontan artinya bahwa anak itu dilepaskan dari lingkungannya semula dan
dimasukkan ke dalam kerabat yang mengadopsinya dengan suatu pembayaran benda-
benda magis, uang, pakaian.
b. Terang artinya bahwa adopsi dilaksanakan dengan upacara-upacara dengan bantuan
para Kepala Persekutuan, ia harus terang diangkat ke dalam tata hukum masyarakat.
Terhadap tata cara pengangkatan anak menurut hukum adat, Mahkamah Agung dalam
putusannya No. 53 K/Pdt/1995, tanggal 18 Maret 1996 berpendapat bahwa dalam
menentukan sah tidaknya status hukum seorang anak angkat bukan semata-mata karena
tidak memiliki Penetapan dari Pengadilan negeri, dimana SEMA RI No. 2 tahun 1979 jo
SEMA RI No. 6 Tahun 1983 jo SEMA RI No. 4 Tahun 1989 merupakan Petunjuk Teknis
dari Mahkamah Agung kepada para Hakim Pengadilan untuk kepentingan penyidangan
permohonan anak angkat yang bersifat voluntair dan khusus hanya untuk penetapan anak
angkat saja.
Pengangkatan anak tentu membawa konsekwensi yuridis. Dan hal ini di tiap-tiap
daerah berbeda sesuai dengan karakteristiknya masing-masing. Bahkan untuk daerah
yang menganut sistem kekerabatan yang sama belum tentu mempunyai karakteristik yang
sama.
Ter Haar menyebutkan bahwa anak angkat berhak atas warisan sebagai anak,
bukannya sebagai orang asing. Sepanjang perbuatan ambil anak (adopsi) telah
menghapuskan perangainya sebagai “orang asing’ dan menjadikannya perangai “anak”
maka anak angkat berhak atas warisan sebagai seorang anak. Itulah titik pangkalnya
hukum adat. Namun boleh jadi, bahwa terhadap kerabatnya kedua orang tua yang
mengambil anak itu anak angkat tadi tetap asing dan tidak mendapat apa-apa dari barang
asal daripada bapa atau ibu angkatnya- atas barang-barang mana kerabat-kerabat sendiri
tetap mempunyai haknya yang tertentu, tapi ia mendapat barang-barang (semua) yang
diperoleh dalam perkawinan. Ambil anak sebagai perbuatan tunai selalu menimbulkan
hak sepenuhnya atas warisan.10
Wirjono Prodjodikoro berpendapat pada hakekatnya seorang baru dapat dianggap
anak angkat, apabila orang yang mengangkat itu, memandang dalam lahir dan bathin
aanak itu sebagai anak keturunannya sendiri.11
Di daerah batak Toba ditentukan bahwa anak naniain berbeda dengan anak angkat
menurut pengertian sehari-hari ialah tidak dapatnya diangkat anak (laki-laki) dari
siapapun kecuali dari keluarga dekat untuk menjadi anak naniain. Anak naniain menjadi
ahli waris dari ayah yang mengainnya dan kehilangan hak mewaris dari orang tua
kandungnya.12
Pengadilan dalam praktek telah merintis mengenai akibat hukum di dalam
pengangkatan antara anak dengan orang tua sebagai berikut :
a. Hubungan darah : mengenai hubungan ini dipandang sulit untuk memutuskan
hubungan anak dengan orangtua kandung.
b. Hubungan waris : dalam hal waris secara tegas dinyatakan bahwa anak sudah tidak
akan mendapatkan waris lagi dari orangtua kandung. Anak yang diangkat akan
mendapat waris dari orangtua angkat.
c. Hubungan perwalian : dalam hubungan perwalian ini terputus hubungannya anak
dengan orang tua kandung dan beralih kepada orang tua angkat. Beralihnya ini, baru
dimulai sewaktu putusan diucapkan oleh pengadilan. Segala hak dan kewajiban orang
tua kandung berlaih kepada orang tua angkat.
d. Hubungan marga, gelar, kedudukan adat; dalam hal ini anak tidak akan mendapat
marga, gelar dari orang tua kandung, melainkan dari orang tua angkat.13
Stb, 1917 No. 219 menentukan bahwa akibat hukum dari perbuatan adopsi adalah
sebagai berikut :
a. Pasal 11 : anak adopsi secara hukum mempunyai nama keturunan dari orang yang
mengadopsi.
b. Pasal 12 ayat 1 : anak adopsi dijadikan sebagai anak yang dilahirkan dari orang yang
mengadopsi. Konsekwensinya anak adopsi menjadi ahli waris dari orang yang
mengadopsi.
Konsekwensi lebih lanjut adalah karena dianggap dilahirkan dari perkawinan orang yang
mengadopsi, maka dalam keluarga adoptan, adoptandus berkedudukan sebagai anak sah,
dengan segala konsekwensi lebih lanjut.14
Bila anak adopsi dianggap dilahirkan dari perkawinan orang tua angkat dan adoptandus
berkedudukan sebagai anak sah maka akibat hukumnya adalah sebagai berikut :
1. Apabila adopsi dilakukan sebelum keluarnya UU No. 1 tahun 1974, maka akibat
hukumnya tunduk kepada KUHPerdata yang meliputi :
a. Kekuasaan orang tua terhadap pribadi anak, yaitu orang tua wajib memelihara
dan mendidik sekalian anak mereka yang belum dewasa (Pasal 298 ayat 2
KUHPerdata). Sepanjang perkawinan bapak dan ibu tiap-tiap anak sampai ia
menjadi dewasa, tetap di bawah kekuasaan orang tua sepanjang kekuasaan
orang tua itu belum dicabut (Pasal 299 KUHPerdata).
b. Kekuasaan orang tua terhadap harta kekayaan anak, yaitu terhadap anak yang
belum dewasa, maka orang tua harus mengurus harta kekayaan anak itu (Pasal
307 KUHPerdata).
c. Hak dan kewajiban anak terhadap orang tua, yaitu tiap-tiap anak, dalam umur
berapapun wajib menaruhkehormatan dan keseganan terhadap bapak dan
ibunya serta berhak atas pemeliharaan dan pendidikan.
Apabila adopsi dilakukan setelah berlakunya UU No. 1 tahun 1974, maka akibat
hukumnya tunduk kepada UU No. 1 Tahun 1974 yang meliputi :
a. Hak dan kewajiban orang tua terhadap anak, yaitu :
Di dalam Pasal 45 dinyatakan bahwa :
a) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka
sebaik-baiknya.
b) Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku
sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku
terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus.
Di dalam Pasal 47 dinyatakan :
a) Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah
melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tuanya selama
mereka tidak dicabut kekuasaannya.
b) Orang tua mewakili anak tersebut mengenai perbuatan hukum di dalam dan di
luar pengadilan.
Pasal 49 menentukan :
a) Salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasaannya terhadap
seorang anak atau lebih untuk waktu yang tertentu atas permintaan orang tua
yang lain, keluarga anak dalam garis lurus ke atas atau saudara kandung yang
telah dewasa atau pejabat yang berwenang, dengan keputusan pengadilan
dalam hal-hal :
1. Ia sangat melalaikan kewajiban terhadap anaknya,
2. Ia berkelakuan buruk sekali.
b. Kewajiban orang tua terhadap harta benda anak, yaitu :
Di dalam pasal 48 UU No. 1 Tahun 1974 disebutkan :
Orang tua tidak diperbolehkan memindahkan hak atau menggadaikan barang-
barang tetap yang dimiliki anaknya yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun
atau belum melangsungkan perkawinan kecuali apabila kepentingan anak itu
menghendakinya.
c. Hak dan kewajiban anak terhadap orang tua, yaitu selain berhak atas
pemeliharaan dan pendidikan juga mempunyai kewajiban sebagaimana diatur
dalam Pasal 46 UU No. 1 tahun 1974 yaitu :
1) Anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendak mereka yang baik.
2) Jika anak telah dewasa ia wajib memelihara menurut kemampuannya orang
tua dan keluarga dalam garis lurus ke atas, bila mereka itu memerlukan
bantuannya.
Karena adopsi, maka terputus segala hubungan keperdataan antara anak adopsi dengan
orang tua kandungnya.
DAFTAR PUSTAKA

Budiarto, M, Pengangkatan Anak Ditinjau dari segi Hukum, Akademika Pressindo,
Jakarta, 1985.
Echols, John M. dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Gramedia, Jakarta, 1981
Prodjodikoro, R. Wirjono Hukum Warisan di Indonesia, Sumur ,Bandung, 1976

Supomo R, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, Universitas, 1963

Sihombing, T.M., Filasaft Batak, Balai Pustaka, Jakarta, 1986

Sudiyat, Iman, Hukum Adat – Sketsa Adat, Liberty, Yogyakarta, 1999

Satrio .J., Hukum keluarga Tentang kedudukan Anak Dalam Undang-undang, Citra
Aditya, Bandung, 2000

Tafal , Bastian B., Pengangkatan Anak Menurut hukum Adat Serta Akibat Hukumnya di
Kemudian hari, Rajawali, Jakarta, 1983

Ter Haar B, Adat law in Indonesia, Terjemahan Hoebel, E Adamson dan A. Arthur
Schiler, Jakarta, 1962

----------Asas-Asas Dan Susunan Hukum Adat, Terjmahan oleh K. ng. Soebakti
Poesponot, Pradnya Paramita, jakarta, 1985, hal 247.

Van Dijk, Pengantar Hukum Adat Indonesia, terjemahan oleh A. Soehardi, Sumur
Bandung, Bandung, 1971

Warneck J, Kamus Batak Toba- Indonesia, Judul asli Toba batak Nederlands
Woordenbook, diterjemahkan oleh P. Leo Joosten Ofm Cap, Bina Media,
Jakarta, 2001

Minggu, 29 Mei 2011

for wilda

TAHAP BERSOSIALISASI DALAM MASYARAKAT
BAB I
PENDAHULUAN
Pada umunya dalam kehidupan manusia dilahirkan seorang diri, namu demikian mengapa harus bersosialisasi? Seperti diketahui, manusia pertama adam, telah ditakdirkan untuk hidup bersama manusia lain, yaitu isteriya yang bernama hawa. Banyak cerita- cerita tentang hidup menyendiri, seperti Robinson Crusoe. Akan tetapi pengarangnya tak dapat membuat suatu penyelesaian tentang hidup seorang diri tadi, karena kalau dia mati berarti riwayat hidupnya pun habis pula. Maka kemudian muncullah tokoh yang bernama “Friday” sebagai teman Robinson Crusoe, walaupun temannya itu pria juga, namun hal itu membuktikan bahwa pengarangnya sudah mempunyai perasaan tentang kehidupan bersosialisasi antarmanusia.
Sejak dilahirkan, manusia sudah mempunyai dua hasrat yaitu keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain di sekelilingnya dan keiginan untuk menjadi satu dengan suasana alam sekelilingnya. Untuk dapat mencapai dua hasrat tersebut maka manusia itu membutuhkan bersosialisasi kepada manusia lainnya Bersosialisasi merupakan kata yang berhimbuhan ber dari sosialisasi, untuk itu sebelum kita mengetahui lebih lanjut tentang bersosialisasi ada baiknya kita mengetahui pengertian dari sosialisasi dan memahami tentang sosialisasi,
BAB II
PENJELASAN
I. SOSIALISASI
A. Pengertian sosialisasi
Banyak pendapat dari sarjana mengartikan sosialisasi yaitu:
• Soerjono Soekanto yang mengatakan sosialisasi adalah suatu proses individu mempelajari norma dan nilai-nilai masyarakat di mana ia menjadi anggotanya
• Bruce J. Cohen mengatakan Sosialisasi adalah proses manusia mempelajari tata cara kehidupan dalam masyarakatnya untuk memperoleh kepribadian dan membangun kapasitas agar berfungsi, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.
• Peter L. Berger mengatakan Sosialisasi adalah proses yang terjadi pada seorang anak yang sedang belajar menjadi anggota masyarakat baru. Adapun yang dipelajarinya adalah peran-peran pola hidup dalam masyarakat yang sesuai dengan nilai, norma, dan kebiasaan- kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat.
• Karel J. Veeger mengatakan Sosialisasi adalah suatu proses belajar-mengajar; melalui proses ini, individu belajar menjadi anggota masyarakat. Proses tersebut tidak semata-mata mengajarkan pola-pola perilaku sosial kepada individu, tetapi juga mendorong individu untuk mengembangkan dirinya atau melakukan proses pendewasaan dirinya.dan
• Charlotte Buchler yang mengatakan Sosialisasi adalah suatu proses yang membantu individu yang dilakukan melalui belajar dan menyesuaikan diri, bagaimana cara hidup, dan bagaimana cara berpikir kelompoknya. Proses tersebut dapat berjalan serasi. Namun, dapat pula terjadi melalui pertentangan. Akan tetapi, selama individu memerlukan kelompoknya, ia bersedia untuk mengadakan beberapa kompromi terhadap tuntutan kelompok.
Berdasarkan pendapat para sarjana tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role theory). Karena dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus dijalankan oleh individu.
B. Jenis sosialisasi
Berdasarkan jenisnya, sosialisasi dibagi menjadi dua: sosialisasi primer (dalam keluarga) dan sosialisasi sekunder (dalam masyarakat). Menurut Goffman kedua proses tersebut berlangsung dalam institusi total, yaitu tempat tinggal dan tempat bekerja. Dalam kedua institusi tersebut, terdapat sejumlah individu dalam situasi yang sama, terpisah dari masyarakat luas dalam jangka waktu kurun tertentu, bersama-sama menjalani hidup yang terkukung, dan diatur secara formal.
• Sosialisasi primer
Peter L. Berger dan Luckmann mendefinisikan sosialisasi primer sebagai sosialisasi pertama yang dijalani individu semasa kecil dengan belajar menjadi anggota masyarakat (keluarga). Sosialisasi primer berlangsung saat anak berusia 1-5 tahun atau saat anak belum masuk ke sekolah. Anak mulai mengenal anggota keluarga dan lingkungan keluarga. Secara bertahap dia mulai mampu membedakan dirinya dengan orang lain di sekitar keluarganya.
Dalam tahap ini, peran orang-orang yang terdekat dengan anak menjadi sangat penting sebab seorang anak melakukan pola interaksi secara terbatas di dalamnya. Warna kepribadian anak akan sangat ditentukan oleh warna kepribadian dan interaksi yang terjadi antara anak dengan anggota keluarga terdekatnya.
• Sosialisasi sekunder
Sosialisasi sekunder adalah suatu proses sosialisasi lanjutan setelah sosialisasi primer yang memperkenalkan individu ke dalam kelompok tertentu dalam masyarakat. Salah satu bentuknya adalah resosialisasi dan desosialisasi. Dalam proses resosialisasi, seseorang diberi suatu identitas diri yang baru. Sedangkan dalam proses desosialisasi, seseorang mengalami 'pencabutan' identitas diri yang lama.
C. Tipe sosialisasi
• Formal
Sosialisasi tipe ini terjadi melalui lembaga-lembaga yang berwenang menurut ketentuan yang berlaku dalam negara, seperti pendidikan di sekolah dan pendidikan militer.
• Informal
Sosialisasi tipe ini terdapat di masyarakat atau dalam pergaulan yang bersifat kekeluargaan, seperti antara teman, sahabat, sesama anggota klub, dan kelompok-kelompok sosial yang ada di dalam masyarakat.
Baik sosialisasi formal maupun sosialisasi informal tetap mengarah kepada pertumbuhan pribadi anak agar sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di lingkungannya. Dalam lingkungan formal seperti di sekolah, seorang siswa bergaul dengan teman sekolahnya dan berinteraksi dengan guru dan karyawan sekolahnya. Dalam interaksi tersebut, ia mengalami proses sosialisasi. dengan adanya proses soialisasi tersebut, siswa akan disadarkan tentang peranan apa yang harus ia lakukan. Siswa juga diharapkan mempunyai kesadaran dalam dirinya untuk menilai dirinya sendiri. Misalnya, apakah saya ini termasuk anak yang baik dan disukai teman atau tidak? Apakah perliaku saya sudah pantas atau tidak?
Meskipun proses sosialisasi dipisahkan secara formal dan informal, namun hasilnya sangat suluit untuk dipisah-pisahkan karena individu biasanya mendapat sosialisasi formal dan informal sekaligus.
D. Pola sosialisasi
Sosiologi dapat dibagi menjadi dua pola: sosialisasi represif dan sosialisasi partisipatoris. Sosialisasi represif (repressive socialization) menekankan pada penggunaan hukuman terhadap kesalahan. Ciri lain dari sosialisasi represif adalah penekanan pada penggunaan materi dalam hukuman dan imbalan. Penekanan pada kepatuhan anak dan orang tua. Penekanan pada komunikasi yang bersifat satu arah, nonverbal dan berisi perintah, penekanan sosialisasi terletak pada orang tua dan keinginan orang tua, dan peran keluarga sebagai significant other. Sosialisasi partisipatoris (participatory socialization) merupakan pola di mana anak diberi imbalan ketika berprilaku baik. Selain itu, hukuman dan imbalan bersifat simbolik. Dalam proses sosialisasi ini anak diberi kebebasan. Penekanan diletakkan pada interaksi dan komunikasi bersifat lisan yang menjadi pusat sosialisasi adalah anak dan keperluan anak. Keluarga menjadi generalized other.
II. BERSOSIALISASI
A. Pengertian Bersosialisasi
Bersosialisasi adalah suatu proses dimana setiap individu manusia mempelajari, menerima dan menyesuaikan diri dengan berbagai unsur kebudayaan dalam masyarakat, seperti adat istiadat, nilai, norma, perilaku, bahasa, dan sebagainya. Bersosialisasi berlangsung sejak seseorang masih bayi sampai orang tersebut meninggal.
Adapun Tujuan orang bersosialisasi adalah memberikan keterampilan untuk bekal kehidupannya kelak di masyarakat, untuk pengendalian fungsi organ tubuh dan agar mampu berkomunikasi secara efektif serta mampu mengembangkannya. Setiap individu harus dibiasakan dengan nilai-nilai dan kepercayaan.
B. Proses dan bentuk Bersosialisasi
George Herbert Mead berpendapat bahwa bersosialisasi yang dilalui seseorang dapat dibagi melalui tahap-tahap sebagai berikut.
• Tahap persiapan (Preparatory Stage)
Tahap ini dialami sejak manusia dilahirkan, saat seorang anak mempersiapkan diri untuk mengenal dunia sosialnya, termasuk untuk memperoleh pemahaman tentang diri. Pada tahap ini juga anak-anak mulai melakukan kegiatan meniru meski tidak sempurna.
Contoh: Kata "makan" yang diajarkan ibu kepada anaknya yang masih balita diucapkan "mam". Makna kata tersebut juga belum dipahami tepat oleh anak. Lama-kelamaan anak memahami secara tepat makna kata makan tersebut dengan kenyataan yang dialaminya.
• Tahap meniru (Play Stage)
Tahap ini ditandai dengan semakin sempurnanya seorang anak menirukan peran-peran yang dilakukan oleh orang dewasa. Pada tahap ini mulai terbentuk kesadaran tentang anma diri dan siapa nama orang tuanya, kakaknya, dan sebagainya. Anak mulai menyadari tentang apa yang dilakukan seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang ibu dari anak. Dengan kata lain, kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain juga mulai terbentuk pada tahap ini. Kesadaran bahwa dunia sosial manusia berisikan banyak orang telah mulai terbentuk. Sebagian dari orang tersebut merupakan orang-orang yang dianggap penting bagi pembentukan dan bertahannya diri, yakni dari mana anak menyerap norma dan nilai. Bagi seorang anak, orang-orang ini disebut orang-orang yang amat berarti (Significant other)
• Tahap siap bertindak (Game Stage)
Peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan digantikan oleh peran yang secara langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya menempatkan diri pada posisi orang lain pun meningkat sehingga memungkinkan adanya kemampuan bermain secara bersama-sama. Dia mulai menyadari adanya tuntutan untuk membela keluarga dan bekerja sama dengan teman-temannya. Pada tahap ini lawan berinteraksi semakin banyak dan hubunganya semakin kompleks. Individu mulai berhubungan dengan teman-teman sebaya di luar rumah. Peraturan-peraturan yang berlaku di luar keluarganya secara bertahap juga mulai dipahami. Bersamaan dengan itu, anak mulai menyadari bahwa ada norma tertentu yang berlaku di luar keluarganya.

• Tahap penerimaan norma kolektif (Generalized Stage/Generalized other)

Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa. Dia sudah dapat menempatkan dirinya pada posisi masyarakat secara luas. Dengan kata lain, ia dapat bertenggang rasa tidak hanya dengan orang-orang yang berinteraksi dengannya tapi juga dengan masyarakat luas. Manusia dewasa menyadari pentingnya peraturan, kemampuan bekerja sama--bahkan dengan orang lain yang tidak dikenalnya-- secara mantap. Manusia dengan perkembangan diri pada tahap ini telah menjadi warga masyarakat dalam arti sepenuhnya.
Adapun Faktor penghambat bersosialisasi yaitu:
Kesulitan dalam berbahasa yang bisa disebabkan oleh bicara gagap,bibir sumbing,pendiam dan kurang menguasai. Perbedaan golongan,status,pendidikan dan kondisi sosial ekonomi.
Agen-agen bersosialisasi yaitu keluarga, kelompok sebaya atau teman sepermainan, sekolah, lingkungan kerja dan media massa. Bentuk bersosialisasi dibagi menjadi dua macam yaitu Sosialisasi primer dimana individu mulai mengenal lingkungan sosialnya terjadi ketika seorang individu berumur 0-4 tahun, Sosialisasi sekunder terjadi setelah sosialisasi primer berlangsung dan lingkungan berperan mempengaruhi.
BAB III
KESIMPULAN
III. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat saya ambil dari penjelasan diatas yaitu bahwa manusia sangatlah perlu bersosialisasi dalam masyarakat dengan memahami lebih dalam lagi tahap-tahap dan bentuk yang dijelaskan diatas,karena kita tahu bahwa tujuan dari bersosialisasi adalah memberikan keterampilan untuk bekal kehidupannya kelak di masyarakat, untuk pengendalian fungsi organ tubuh dan agar mampu berkomunikasi secara efektif serta mampu mengembangkannya.

Senin, 10 Januari 2011

makalah mu willll

PERKEMBANGAN BIOTEKNOLOGI DALAM INSEMINASI BUATAN (BAYI TABUNG)



Pengertian Bioteknologi
Secara umum bioteknologi adalah ilmu terapan proses biologi. Akan tetapi pembatasan ini masih terlalu luas yang pada akhirnya membawa pembatasan-pembatasan dengan definisi yang berlainan di tiap wilayah dimana disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan alam yang dimiliki.

Beberapa batasan lainnya yang dibuat oleh Prof. Sardjoko dalam bukunya yang berjudul Bioteknologi Latar Belakang dan Beberapa Penerapannya, itu diantaranya yaitu definisi yang diberikan oleh :
1. Perhimpunan Kimia Murni dan Terapan (IUPAC = International Unions of Pure and Applied Chemistry) mengemukakan bahwa bioteknologi adalah penerapan biokimia, biologi, mikrobiologi, dan rekayasa kimia dalam proses industri, pembuatan produk, dan pada lingkungan.
2. Para ahli dari Australia mendefinisikan bioteknologi sebagai penyusunan, pengoptimuman, dan peningkatan proses biokimia dan selular untuk produksi senyawa yang bermanfaat dalam industri dan penerapan segala sesuatu yang berkaitan dengan produksi senyawa itu.
3. Para ahli dari Belanda mendefinisikan bioteknologi sebagai ilmu tentang proses biologi terapan yang merupakan ilmu tentang proses produksi berdasarkan kegiatan mikroorganisme dan komponen aktifnya, dan proses produksi yang melibatkan penggunaan sel dan jaringan organisme yang lebih tinggi. Teknologi kesehatan, pertanian, dan pemuliaan tanaman budidaya secara tradisional umumnya tidak dipandang sebagai bioteknologi.
4. Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), mendefinisikan bioteknologi sebagai suatu penerapan prinsip ilmiah dan rekayasa pengolahan bahan oleh agen biologi untuk menyediakan barang dan jasa.
Pada dasarnya dapat disimpulkan bahwa bioteknologi merupakan teknologi pemanfaatan organisme (mikroba) atau produk organisme yang bertujuan untuk menghasilkan bahan atau jasa.

Pengertian diatas merupakan pengertian dari sudut ilmu alam dimana jika dilihat dari ilmu hukum, maka pengertian bioteknologi dapat dilihat di Konvensi Keanekaragaman Hayati pada pasal 2. Bioteknologi dinyatakan sebagai penerapan teknologi yang menggunakan sistem-sistem hayati, makhluk hidup, atau derivatifnya untuk membuat atau memodifikasi produk-produk atau proses-proses penggunaan khusus.
Perkembangan Bioteknologi

Dalam era globalisasi, selain perkembangan perdagangan dunia yang amat pesat dengan tidak dihiraukannya lagi batas-batas wilayah dan kemungkinan mata uang dalam perdagangan bebas, patut diperhatikan pula perkembangan teknologi yang menyertainya. Perkembangan semua bidang kehidupan saat ini sama sekali tidak terlepas dari perkembangan dunia teknologi. Dimana kemudian tolak ukur kemajuan suatu negara banyak ditentukan dari teknologi yang dimilikinya karena teknologi telah menjadi pendukung sehingga mendorong setiap negara untuk memiliki keunggulan teknologi dari negara lainnya. Secara khusus, John Naisbitt dan Patricia Aburdene dalam bukunya “Megatrends 2000” menyebutkan bahwa kehadiran bioteknologi akan berkuasa di kehidupan kita. Tidak ada sains lain yang dapat memiliki kekuatan begitu besar untuk mengubah jalannya perkembangan organisme hidup kecuali bioteknologi.

Seperti halnya perkembangan segala sesuatunya dimuka bumi ini dimana akan selalu membawa dua sisi yaitu positif dan negatif. Begitu pula halnya dengan perkembangan bioteknologi yang walaupun membawa pengaruh sangat besar bagi kehidupan manusia, tak dapat dihindarkan memiliki potensi untuk mendatangkan kerugian. Pertanyaan yang kemudian timbul adalah bagaimana kita sebagai manusia yang berakal dan berbudi menyikapi hal tersebut. Apakah akan menentang dan menghalangi segala perkembangan bioteknologi dengan akibat tidak juga mendapatkan sisi positifnya atau dicarikan jalan keluar akan akibat negatif yang ditimbulkan dengan tetap menerima perkembangan tersebut.

Sebenarnya bioteknologi bukan merupakan hal baru bagi peradaban manusia karena pembuatan tempe, tape, kecap, dan tuak telah menunjukkan adanya pemanfaatan mikroba untuk mengubah bahan dasar menjadi bahan yang bernilai ekonomis dalam taraf sederhana atau tradisional. Bioteknologi tradisional bersifat sederhana dengan menggunakan jasad renik (mikroba) alami yang pada mulanya penggunaannya bersifat untung-untungan belum berdasarkan ilmiah. Sedangkan bioteknologi modern saat ini menggunakan organisme hasil rekayasa genetik melalui perlakuan yang mengubah landasan penentu kemampuan hidup, yaitu mengubah tatanan gen yang menentukan sifat spesifik suatu organisme, sehingga proses pengubahan dapat berlangsung secara lebih efisien dan efektif. Selain itu dituntut pula untuk hasil yang lebih komersial.

Bidang-bidang tersebut diatas yang tercakup dalam ruang lingkup bioteknologi menurut ukuran orang awam, bila diperhatikan sebagian besar berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari. Salah satunya adalah inseminasi buatan (bayi tabung) dimana bidang ini mau tidak mau menyentuh sisi personal/pribadi dari kehidupan manusia. Telah diketahui bersama bahwa segala sesuatu yang bersinggungan dengan sisi personal/pribadi dari kehidupan manusia selalu menimbulkan pro dan kontra apapun itu masalahnya.

Pengertian bayi tabung



bayi tabung itu sebenarnya adalah proses pembuahan sel telur dan sperma di luar tubuh wanita, dalam istilah kerennya in vitro vertilization (IVF).
In vitro adalah bahasa latin yang berarti dalam gelas/tabung gelas (nah nyambung juga kan dengan kata tabung). Dan vertilization adalah bahasa Inggrisnya pembuahan.
Latar Belakang Munculnya Inseminasi Buatan (Bayi Tabung)

Pelayanan terhadap bayi tabung dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah fertilisasi-in-vitro yang memiliki pengertian sebagai berikut : Fertilisasi-in-vitro adalah pembuahan sel telur oleh sel sperma di dalam tabung petri yang dilakukan oleh petugas medis. Inseminasi buatan pada manusia sebagai suatu teknologi reproduksi berupa teknik menempatkan sperma di dalam vagina wanita, pertama kali berhasil dipraktekkan pada tahun 1970. Awal berkembangnya inseminasi buatan bermula dari ditemukannya teknik pengawetan sperma. Sperma bisa bertahan hidup lama bila dibungkus dalam gliserol yang dibenamkan dalam cairan nitrogen pada temperatur -321 derajat Fahrenheit.

Pada mulanya program pelayanan ini bertujuan untuk menolong pasangan suami istri yang tidak mungkin memiliki keturunan secara alamiah disebabkan tuba falopii istrinya mengalami kerusakan yang permanen. Namun kemudian mulai ada perkembangan dimana kemudian program ini diterapkan pula pada pasutri yang memiliki penyakit atau kelainan lainnya yang menyebabkan tidak dimungkinkan untuk memperoleh keturunan.

Otto Soemarwoto dalam bukunya “Indonesia Dalam Kancah Isu Lingkungan Global”, dengan tambahan dan keterangan dari Drs. Muhammad Djumhana, S.H., menyatakan bahwa bayi tabung pada satu pihak merupakan hikmah. Ia dapat membantu pasangan suami istri yang subur tetapi karena suatu gangguan pada organ reproduksi, mereka tidak dapat mempunyai anak. Dalam kasus ini, sel telur istri dan sperma suami dipertemukan di luar tubuh dan zigot yang terjadi ditanam dalam kandungan istri. Dalam hal ini kiranya tidak ada pendapat pro dan kontra terhadap bayi yang lahir karena merupakan keturunan genetik suami dan istri.

Akan tetapi seiring perkembangannya, mulai timbul persoalan dimana semula program ini dapat diterima oleh semua pihak karena tujuannya yang “mulia” menjadi pertentangan. Banyak pihak yang kontra dan pihak yang pro. Pihak yang pro dengan program ini sebagian besar berasal dari dunia kedokteran dan mereka yang kontra berasal dari kalangan alim ulama. Tulisan ini tidak akan membahas mengenai pro kontra yang ada tetapi akan membahas mengenai aspek hukum perdata yang menekankan pada status hukum dari si anak dan segala akibat yang mengikutinya.



Proses Inseminasi Buatan (Bayi Tabung)




Dalam melakukan fertilisasi-in-virto transfer embrio dilakukan dalam tujuh tingkatan dasar yang dilakukan oleh petugas medis, yaitu :
1. Istri diberi obat pemicu ovulasi yang berfungsi untuk merangsang indung telur mengeluarkan sel telur yang diberikan setiap hari sejak permulaan haid dan baru dihentikan setelah sel-sel telurnya matang.
2. Pematangan sel-sel telur sipantau setiap hari melalui pemeriksaan darah Istri dan pemeriksaan ultrasonografi.
3. Pengambilan sel telur dilakukan dengan penusukan jarum (pungsi) melalui vagina dengan tuntunan ultrasonografi.
4. Setelah dikeluarkan beberapa sel telur, kemudian sel telur tersebut dibuahi dengan sel sperma suaminya yang telah diproses sebelumnya dan dipilih yang terbaik.
5. Sel telur dan sperma yang sudah dipertemukan di dalam tabung petri kemudian dibiakkan di dalam lemari pengeram. Pemantauan dilakukan 18-20 jam kemudian dan keesokan harinya diharapkan sudah terjadi pembuahan sel
6. Embrio yang berada dalam tingkat pembelahan sel ini. Kemudian diimplantasikan ke dalam rahim istri. Pada periode ini tinggal menunggu terjadinya kehamilan.
7. Jika dalam waktu 14 hari setelah embrio diimplantasikan tidak terjadi menstruasi, dilakukan pemeriksaan air kemih untuk kehamilan, dan seminggu kemudian dipastikan dengan pemeriksaan ultrasonografi.

Selasa, 14 Desember 2010

makalah mu wil


MAKALAH TENTANG
KEBERHASILAN BUDAYA
I.PENDAHULUAN
A.   LATAR BELAKANG
Kebudayaan, kesenian, bukum, adat istihadat dan setiap kemampuan lain dan kebiasaan yang dimiliki oleh manusia sebagai anggota suatu masyarakat. Misalnya: dari alat-alat yang paling sederhana seperti asesoris perhiasan tangan, leher dan telinga, alat rumah tangga, pakaian, system computer, non materil adalah unsur-unsur yang dimaksudkan dalam konsep norma-norma, nilai-nilai, kepercayaan/keyakinan
Para kebudayaan sering mengartikan norma sebagai tingkah laku rata-rata, tingkah laku khusus atau yang selalu dilakukan berulang – ulang. Kehidupan manusia sellau ditandai oleh norma sebagai aturan sosial untuk mematok perilaku manusia yang berkaitan dengan kebaikan bertingkah lak, tingkah laku rata-rata atau tingkah laku yang diabstaksikan. Oleh karena itu dalam setiap kebudayaan dikenal norma-norma yang ideal dan norma-norma yang kurang ideal atau norma rata-rata. Norma ideal sangat penting untuk menjelaskan dan memahami tingkah laku tertentu manusia, dan ide tentang norma-norma tersebut sangat mempengaruhi sebagian besar perilaku sosial termasuk perlaku komunikasi manusia.
B.   PENGERTIAN KEBUDAYAAN
Kebuadayaan dapat didefenisikan Sistem gagasan dan rasa, tindaka serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehldupan bermasyarakat, yang dijadlkan miliknya dengan belajar. Ada beberapa pendapat para ahli tentang kebudayaan yaitu Bakker yang berpendapat bahwa kebudayaan sebagai penciptaan,penerbitan dan pengolahan nilai nilai insani .Tercakup di dalamnya usaha membudayakan bahan alam mentah serta hasilnya. Di dalam bahan alam diri dan alam lingkungannya baik phisik maupun sosial, nilai-nilai diidentifikasikan dan dikembangkan sehingga sempurna .Membudayakan alam, memanusiakan manusia, menyempurnakan hubungan keinsanian merupakan kesatuan yang tak terpisahkan. Sedangakan menurut E.B Tylor kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan,kepercayaan,kesenian,moral,hukum,adat-istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan –kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Atau dengan kata lain perkataan,kebudayaan mencakup kesemuanya yang didapatkan atau dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola pola perilaku yang normatif. Artinya,mencakup segala cara-cara atau pola –pola perilaku normatif.Artinya mencakup segala cara-cara atau pola-pola berpikir,merasakan dan bertindak.
C.   KEBUDAYAAN DALAM BEBERAPA PANDANGAN
1.     Kebudayaan dalam Pandangan Sosiologi
Bagaimana para sosiolog mendefinisikan kebudayaan Sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari interaksi sosial antar manusia dalam masyaralat mendefinisikan kebudayaan sebagai berikut :
a.       Keseluruhan (total) atau pengorganisasian way of life termasuk nilai-nilai, norma-norma, institusi, dan artifak yang dialihkan dari satu generasi kepada generasi berikutnya melalui proses belajar (Dictionary of Modern Sociology).
b.      Francis Merill mengatakan bahwa kebudayaan adalah :
·         Pola-pola perilaku yang dihasilkan oleh interaksi sosial
·         Semua perilaku dan semua produk yang dihasilkan oleh seseorang sebagai anggota suatu masyarakat yang di temukan melalui interaksi simbolis.

c.       Bounded et.al (1989), kebudayaan. adalah sesuatu yang terbentuk oleh Pengembangan dah transmisi dari kepercayaan manusia melalui simbol-simbol tertentu, misalnya symbol bahasa sebagai rangkaian simbol. yang digunakan untuk mengalihkan keyakinan budaya di antara para anggota suatu masyarakat. Pesan-pesan tentang kebudayaan yang diharapkan dapat ditemukan di dalam media, pernerintahan, institusi agama, sistem pendidikan dan semacam itu.
d.      Mitchell (ed) dalam Dictionary of Soriblogy mengemukakan, kebudayaan adalah sebagian dari perulangan keseluruhan tindakan atau aktivitas manusia (dan produk yang dihasilkan manusia) yang telah memasyarakat secara sosial dan bukan sekedar dialihkan secara genetikal.

2.     Kebudayaan Dalam Pandangan Antropologi
Bagaimana seorang antropolog mendefinisikan kebudayaan
1)      Berdasarkan. Eri cyclopedia of Sociology, kebudayaan menurut Para antropolog diperkenalkan Pada abad 19. Gagasan ini Pertama. kali muncul di zaman renaisans untuk menggarnbarkan adat istiadat, kepercayaan, bentuk-bentuk sosial, dan bahasa-bahasa Eropa. di masa. silam yang berbeda dengan masa kini. Periode kedua dari kebudayaan terjadi tatkala konsep ini mulai mendapat pengakuan bahwa kini manusia itu berbeda-beda berdasarkan wilayah diatas muka bumi, variasi itu diperkuat oleh bahasa yang mereka gunakan, ritual yang mereka praktekan serta berdasarkan jenis-jenis masyarakat di mana mereka tinggal.
2)      Malinowski mengatakart bahwa kebudayaan merupakan kesatuan dari dua aspek fundamental, kesatuan pengorganisasian yaitu tubuh artifak dan sistem adat istiadat.
3)      Kebudayaan adalah perilaku yang dipelajari, seorang tidak dapat dilahirkan dengan tanpa kebudayaan, kebudayaan itu bersifat universal, setiap manusia memiliki kebudayaan yang dia peroleh melalui usaha sekurang-kurangnya melalui belajar secara biologis.
Kebudayaan merupakan “jumlah” dari seluruh sikap, adapt istiadat, dan kepercayaan yang membedakan sekelompok orang dengan kelompok lain, kebudayaan ditransmisikan melalui bahasa, objek material, ritual, institusi (milsanya sekolah), dan kesenian, dari suatu generasi kepada generasi berikutnya. (Dictionary of Cultural Literacy).
D.   RUMUSAN MASALAH
Begitu banyaknya kebudayaan Indonesia yang telah memberikan keberhasilan bagi Indonesia yang mecakup sosial budaya dalam bidang antropologi maupun sosial, dan bentuk dari keberhasilan kebudayaan tersebut
E.   TUJUAN
Adapun tujuan makalah ini dibuat adalah Untuk meningkatkan kesadaran remaja untuk menjunjung tinggi kebudayaan bangsa sendiri karena kebudayaan merupakan jati diri bangsa dan adanya kesadaran untuk selalu menjaga keberhasilan budaya bangsa
II.PEMBAHASAN
1.     KEBERHASILAN BUDAYA
Keberhasilan sebuah budaya merupakan keberhasilan suatu bangsa dalam menjaga budayanya,apalagi di era globalisasi seperti ini yang mana Arus globalisasi saat ini telah menimbulkan pengaruh terhadap perkembangan budaya bangsa Indonesia . untuk itu patutlah kita untuk selalu menjaga budaya dan melestarikannya, di Indonesia telah ada hasil kebudayaan yang memberi corak pada dunia yaitu batik. Batik merupakan seni pewarnaan kain dengan teknik pencegahan pewarnaan menggunakan malam adalah salah satu bentuk seni kuno. Di Indonesia batik dipercaya sudah ada semenjak zaman Majapahit, dan menjadi sangat populer akhir abad XVIII atau awal abad XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad XX dan batik cap baru dikenal setelah Perang Dunia I atau sekitar tahun 1920-an. Walaupun kata "batik" berasal dari bahasa Jawa, kehadiran batik di Jawa sendiri tidaklah tercatat. G.P. Rouffaer berpendapat bahwa tehnik batik ini kemungkinan diperkenalkan dari India atau Srilangka pada abad ke-6 atau ke-7. Tetapi Semenjak industrialisasi dan globalisasi, yang memperkenalkan teknik otomatisasi, batik jenis baru muncul, dikenal sebagai batik cap dan batik cetak, sementara batik tradisional yang diproduksi dengan teknik tulisan tangan menggunakan canting dan malam disebut batik tulis. Pada saat yang sama imigran dari Indonesia ke Persekutua Malaya juga membawa batik bersama mereka. Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Perempuan-perempuan Jawa di masa lampau menjadikan keterampilan mereka dalam membatik sebagai mata pencaharian, sehingga di masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif perempuan sampai ditemukannya "Batik Cap" yang memungkinkan masuknya laki-laki ke dalam bidang ini. Ada beberapa pengecualian bagi fenomena ini, yaitu batik pesisir yang memiliki garis maskulin seperti yang bisa dilihat pada corak "Mega Mendung", dimana di beberapa daerah pesisir pekerjaan membatik adalah lazim bagi kaum lelaki. Tradisi membatik pada mulanya merupakan tradisi yang turun temurun, sehingga kadang kala suatu motif dapat dikenali berasal dari batik keluarga tertentu. Beberapa motif batik dapat menunjukkan status seseorang. Bahkan sampai saat ini, beberapa motif batik tadisional hanya dipakai oleh keluarga keraton Yogyakarta dan Surakarta. Batik merupakan warisan nenek moyang Indonesia ( Jawa ) yang sampai saat ini masih ada. Batik juga pertama kali diperkenalkan kepada dunia oleh Presiden Soeharto, yang pada waktu itu memakai batik pada Konferensi PBB.
Pada tanggal 2 oktober 2009 menetapkan bahwa pada tanggal 2 oktober adalah merupakan hari batik nasional dikarenakan UNESCO Setujui Batik Sebagai Warisan Budaya Indonesia , Lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang membawahi masalah kebudayaan, UNESCO, telah menyetujui batik sebagai warisan budaya tak benda yang dihasilkan oleh Indonesia. Keberhasilan itu telah dilaporkan oleh Menko Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada pertemuan di Istana Bogor, Jawa Barat. Menurut Menko Kesra, peresmian batik sebagai warisan budaya tak benda dari UNESCO itu akan diselenggarakan pada suatu rangkaian acara pada 28 September 2009 hingga 2 Oktober 2009 di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab. Untuk merayakan keberhasilan itu, Presiden Yudhoyono mengimbau kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk mengenakan pakaian batik demi penghargaan terhadap kebudayaan Indonesia tersebut. Untuk itu kita sebagai kaum muda harus lebih mencintai budaya kita sendiri dan tidak malu lagi mengenakan batik karena batik sudah diakui dunia            sebagai warisan budaya dunia asli Indonesia. Jadi dari sini terlihat bahwa batik merupakan keberhasilan budaya bangsa indonesia yang telah ada sejak zaman MAJAPAHIT
2.     KESIMPULAN
Bahwa keberhasilan budaya dari suatu bangsa merupakan citra tersendiri dari suatu bangsa dimata dunia dan keberhasilan suatu bangsa mempertahankan budayanya di era globalisasi. Keberhasilan budaya adalah keberhasilan dalam sebuah kelompok dalam menjaga cara hidupnya dari generasi hingga ke generasi berikutnya






Sabtu, 11 Desember 2010

KUASANYA

semua yang terjadi hanya kisah dalam tanda tanya belaka
semua yang dilihat hanya sebahagian fatamorgana dari kenyataan
semua yang dialami hanya sebahagian dari derita
hidup belumlah sempurna jika belum mendekat kepadaNYA
ALLAH YANG MAHA KUASA

Kamis, 25 November 2010

CARA HACK FACEBOOK TERBARU AGUSTUS 2010